ANTARA RUANG DAN WAKTU

Sesaat kupandangi wajah pias di depanku. Alfin. Ku buang mukaku setelah beberapa detik mata kami beradu. Dan aku kembali melarutkan diri dalam tumpukan buku-buku dan laporan praktikum. Dari sudut mata aku melihat dia masih memperhatikanku. Aku jadi risih dipandangi seperti itu.

ruang
ruang

Apa maksudmu menemuiku disini, Fin? Kenapa kamu tiba-tiba datang justru di saat aku ingin melupakanmu?!
Aku membatin kesal sekaligus resah.
Apa Alfin akan memintaku untuk kembali?
Sore itu perpustakaan cukup sepi. Aku sedang mengerjakan laporan praktikumku di salah satu sudut perpus ketika laki-laki itu tiba-tiba datang dan duduk tepat di depanku. Hanya meja yang membatasi kami berdua. Bukan lagi ruang, bukan lagi waktu.
”Ta…” akhirnya laki-laki di depanku itu buka suara setelah beberapa saat lamanya waktu berlalu tanpa suara. Dia memanggil namaku.
Sunyi. Kami sama-sama terdiam, larut dalam pikiran masing-masing.
”Kamu baik-baik saja kan?” tanyanya kemudian. Aku masih asyik dengan buku-bukuku. Pura-pura tidak mendengar.
Baik-baik saja katamu? Setelah hampir 4 tahun aku nunggu kamu, menyimpan cinta dan setiaku dengan harapan kamu akan datang kembali menepati janjimu. Kamu menghilang begitu saja, dan aku terluka. Dan sekarang kamu seenaknya saja bilang aku baik-baik saja? Kamu keterlaluan, Fin! Continue reading “ANTARA RUANG DAN WAKTU”

……….

BUKAN UNTUK CINTA
Satu lagu mengalun dari speaker computer yang menyala. Layar monitornya sudah mati, tanda bahwa computer itu sudah tak disentuh beberapa saat lamanya. Jam di samping printer di atas meja menunjukkan pukul 1 lewat 5 menit. Sudah lewat tengah malam. Begitu sesak kondisi di kamar ukuran 3×3 meter itu. Terlihat penghuninya sedang larut dalam tidur. Seorang gadis. Tubuhnya meringkuk di antara kertas-kertas yang berserakan di atas tempat tidur. Nyenyak. Berulang-ulang lagu yang sama mengalun. Barangkali hanya ada satu lagu di play list winampnya. Perlahan tubuh gadis itu bergerak, menggeliat, matanya mengerjap, dan sejurus kemudian pandangannya tertuju pada computer yang masih menyala di samping tempat tidurnya. Tubuhnya digerakkan sebentar, kemudian ia bangkit dan segera duduk menghadap layar monitor. Untuk beberapa saat dia hanya memandangi monitor, jari-jarinya berada di atas keyboard tapi tak ada satupun tuts yang disentuh. Matanya menerawang, seolah menelusuri tiap sel komponen komputer yang sedang di hadapinya. Tangan kanannya bergerak pelan memegang mouse. Meng klik beberapa kali dan kemudian terbuka satu email yang cukup panjang.
Untuk: yang terindah dalam hidupku
Apa kabar cinta?Apa kabar mimpi?Apa kabar masa lalu?Apa kabar, Tita? Masih ingat aku? Aku dengar kamu sudah mulai mengajar di SMA sekarang. Selamat ya?! Minggu depan aku diwisuda. Bulan-bulan jenuh berkutat dengan skripsi akhirnya usai sudah. Sebelumnya terima kasih dan maaf untuk semua surat, sms, email, yang sudah kamu kirim tapi tidak pernah aku jawab. Tapi kenapa sudah lama tidak kabar darimu? Aku masih ingat, terakhir kamu kirim email waktu kamu akan maju ujian skripsi. Sudah lebih dari 1 tahun berlalu bukan?Beberapa minggu lalu aku pulang ke rumah, setelah sekian lama aku tidak pernah kembali ke tanah kelahiran kita. Dan kamu tahu apa yang terjadi saat aku di rumah? Aku makin ingat tentang semua kenangan kita dulu. Rasanya di setiap sudut kota aku selalu berhasil menemukan wajahmu disana. Kapan terakhir kamu pulang, Ta?Gadis yang ternyata bernama Tita itu kembali menerawang. Pikirannya jauh melayang ke kampung halamannya, sebuah kota kecil di lereng Gunung Semeru. Angannya mengembara menelusuri jejak masa lalu yang pernah terekam indah di salah satu sudut kota kecil itu. Sudah hampir satu tahun dia tidak pulang. Ia kangen rumah, tapi segera ditepisnya keinginan itu. Masih banyak pekerjaan disini. Beberapa menit terlewat, dan kini kembali pandangannya terfokus ke layar monitor. Aku kangen kamu, cinta. Ah, sudah lama rasanya aku tidak memanggilmu seperti itu. Ingin rasanya aku menemui kamu dan memelukmu seperti dulu. Menumpahkan semua kerinduan yang makin menyesaki rongga dadaku.Maafkan aku, Ta. Aku tidak pernah memberimu kabar, aku sudah membiarkanmu menunggu balasan dariku begitu lama. Tapi aku tidak melupakanmu, seperti yang kamu katakan di email terakhirmu. Aku masih dan akan selalu ingat kamu. Sampai kapanpun. Mata gadis itu mulai berkaca-kaca. Bahkan hampir tumpah. Dengan sigap diraihnya selembar tissue untuk menyeka beberapa butir air mata yang berhasil lolos.Hanya satu yang ingin aku katakan sama kamu, AKU MASIH SAYANG KAMU, TA. Aku menyesal pernah membiarkanmu menunggu. Aku menyesal sudah membuatmu merasa sendiri dengan penantian atas jawabanku ini. Aku berjanji akan menebus semua kesalahanku dan tidak akan pernah lagi membuatmu menunggu. Aku akan membuatmu bahagia. Itu janjiku.Setelah wisuda aku akan pulang. Mungkin hanya sebentar aku di rumah, karena aku harus segera ke Jakarta. Aku dapat panggilan kerja disana. Saat pulang nanti, aku akan ke rumahmu menemui kedua orang tuamu. Aku akan melamarmu, Ta. Kamu masih bersedia untuk menerimaku kan? Aku akan mewujudkan mimpi kita berdua. Aku harap kamu juga ada di sana saat aku melamarmu nanti. Sekali lagi maafkan aku.
Dari orang yang tak pernah berhenti mencintaimuFin.Wajah gadis itu memerah, dan pipinya telah basah oleh air mata. Berlembar-lembar tissue sudah dihabiskan, tapi bekas air mata masih saja tersisa. Matanya yang masih tergenang air mata tampak begitu kuyu. Gurat kesedihan dan kekecewaan tampak nyata terlihat. Tangan kanannya bergerak cepat menggoyang-goyangkan mouse dan sejurus kemudian jari-jarinya asik menari di atas keyboard. Dengan mata masih berkaca-kaca ia menulis sebuah balasan email.
untuk pelabuhan kecilku.
Akhirnya kamu muncul juga, Fin. 5 tahun sudah berlalu, dan baru kali ini aku mendapat kabarmu sekaligus jawaban atas semua tanya yang selalu menemani malam-malamku. Sama seperti yang kamu rasakan, tiap sudut kota kelahiran kita selalu terisi wajahmu, terutama tatapan matamu, yang sampai kapanpun tidak akan pernah terlupakan. Selamat, akhirnya sebentar lagi kamu akan mengenakan toga. Perjuangan anak teknik berakhir sudah, bukan begitu? Tapi maaf, aku tidak bisa pulang. Masih banyak pekerjaanku disini. Jujur aku sangat kaget dengan semua ini. Kabar pertamamu semenjak 5 tahun lalu sekaligus keinginanmu untuk segera melamarku. Semuanya terasa begitu tiba-tiba. Tapi kenapa baru sekarang kamu datang dan membawa jawaban yang selama ini aku nantikan itu?Kenapa dulu kamu tidak pernah memberiku kepastian itu, Fin? Kenapa kamu membiarkanku terus menunggu dan terluka dengan semua penantian itu?
Sebentar gadis itu menghela napas panjang. Telunjuknya mengetuk-ngetuk meja. Hampir 5 menit berlalu dan belum ada kalimat baru yang ia ketik. Sepuluh menit sudah terlewat dan jari-jarinya masih belum menyentuh tuts keyboard. Dibiarkan pikirannya mengais kembali kenangan 5 tahun silam, saat sebuah cerita tentang penantian baru saja dimulai. Dan penantian yang begitu panjang itu kini berakhir sudah. Orang yang ditunggunya sudah muncul, membawa jawaban sekaligus kejutan yang tidak pernah terduga. Ia masih saja terdiam. Akankah lamaran itu diterimanya? Ia akui rasa sayang itu memang masih ada, bahkan tidak akan pernah hilang. Sekarang dia hanya perlu menjawab “iya” dan semua impiannya akan terwujud. Tapi akankah segala jenuh, luka, tangis dan semua kecewa selama 5 tahun itu dapat terhapus begitu saja hanya karena sebuah email? Tita kembali merenung.Hampir setengah jam berlalu dan kini jari-jarinya mulai menari di atas keyboard. Kali ini lebih pelan. Air matanya kembali menetes. Pandangannya mulai mengabur, tapi ia tetap berusaha melanjutkan kalimatnya.Maaf Fin, Pintu hati yang dulu terbuka lebar untukmu, kini tertutup sudah. Penantian yang begitu panjang membuatku putus asa. Aku tidak bisa menunggumu terlalu lama. Apa kau bisa bayangkan bagaimana rasanya menunggu begitu lama untuk satu hal yang tidak pasti? Kalau saja selama ini aku tau bahwa masih ada cintamu untukku, aku tidak akan pernah membuka hatiku untuk orang lain. Aku akan tetap menunggumu. Tapi kini, sudah ada hati lain yang menjagaku. Walaupun aku belum bisa mencintainya seperti apa yang pernah aku berikan buatmu tapi aku akan mengabdikan hidupku untuk dia. Aku telah memilih dia untuk menjadi pendamping hidupku.Simpan saja mimpi kita berdua, Fin, karena hanya dalam mimpi kita berdua dapat bersatu. Maafkan aku pelabuhan kecilku, perahu cintaku tak mampu lebih lama menunggu. Dari sebuah cinta yang telah lama kandas Tita. Dibacanya kembali balasan email itu. Sesaat ia ragu, tapi sekian detik kemudian ia memantapkan hati. Dikliknya send. Air matanya semakin membanjir tak terbendung lagi. Tanpa mematikan computer, kembali ia merebahkan tubuh di atas tempat tidur. Pundaknya bergerak naik turun. Ia tergugu.Masih lagu yang sama mengalun dari speaker di bawah meja. Rupanya hanya lagu itu yang tersedia di play list winampnya. Sebuah lagu milik PADI“sepenuhnya aku ingin memelukmu, mendekap penuh harapan tuk mencintaimusetulusnya aku akan terus menunggu,menanti sebuah jawaban tuk memilikimu..
”Maafkan aku Fin, aku terlalu lelah menunggu”.
Malang, tengah malam 25 Agustus 2007